Sekolah Kok Lesehan

BONTANG – Malang benar nasib murid SMPN 5 Bontang di Kelurahan Guntung, Bontang Utara. Sebanyak 34 siswa mesti belajar sambil lesehan di ruang kelas yang sempit berukuran 5 x 6 meter.
“Kami tidak punya pilihan kecuali menggunakan ruangan tersebut untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Karena ruangannya memang belum ada,” ujar Siti Chusuning atau yang akrab dipanggil Nuning, wakil kepala SMPN 5, di Jalan Tari Enggang RT 06 Kelurahan Guntung.
Bangunan sekolah dengan tiga kelas yang ada di lokasi tersebut merupakan bagian SMPN 5 yang terletak di Jalan Pupuk Raya 5, Kelurahan Lhoktuan. Ihwal dibangunnya gedung tersebut berawal dari keinginan masyarakat Guntung memiliki SMP di daerah mereka. Sehingga, tidak perlu jauh pergi ke SMPN 5 di wilayah Lhoktuan. Karenanya, pembangunan gedung SMP di wilayah Guntung pun dilakukan. Dengan proses pembelajarannya tetap berinduk pada SMPN 5.
“Kami menyebut kelas ini dengan sebutan SMPN 5 Lokasi Guntung. Kegiatan belajar mengajar telah dimulai sejak tahun ajaran 2011/2012 yang awalnya digunakan untuk anak-anak di Guntung,” kisah Nuning.
Meski awalnya direncanakan satu kelas saja, namun ternyata animo masyarakat Guntung untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut tinggi. Kemudian, dibukalah dua kelas di sekolah tersebut. Yang pada praktiknya kemudian tidak hanya menerima murid dari wilayah Guntung saja. Melainkan dari wilayah lain yang berdekatan dengan sekolah tersebut.
Alhasil, pada tahun ajaran 2012/2013, kebutuhan ruang di sekolah pun bertambah. Sehingga, pada tahun ajaran tersebut dibutuhkan empat ruang kelas untuk kegiatan belajar. Sementara kelas yang dimiliki hanya tiga ruang.
Untuk tetap bisa menjalankan kegiatan belajar mengajar, pihak sekolah kemudian memutuskan menggunakan satu ruangan yang awalnya direncanakan sebagai ruang guru.
“Ruang itu memang bukan untuk ruangan kelas. Lebih ditujukan untuk ruang guru. Tapi kami tidak punya pilihan selain menggunakannya. Untuk tempat para guru sendiri kami pindahkan di depan ruangan kelas yang hanya berupa bangku dan meja saja,” jelas Nuning.
Disebutkan Nuning, di ruang kelas sempit yang kini digunakan anak-anak kelas 7-G tersebut memang sengaja tidak diisi dengan meja dan bangku. Karena, kapasitas ruangan yang sempit tidak memungkinkan hal tersebut. Akhirnya, para murid pun belajar dengan lesehan di lantai beralaskan tikar seadanya.
Dengan menggunakan meja-meja lipat kecil yang dibawa dari rumah masing-masing.
Kegiatan belajar di ruang kelas tersebut sendiri terkadang dipindahkan ke luar ruangan. Yaitu di bawah sebuah pohon besar. Hal ini dilakukan ketika di dalam kelas terasa panas dan pengap.
“Kadang kami pindahkan ke bawah pohon dengan beralaskan tikar besar. Tapi kalau tanahnya basah, kami tetap di kelas seperti biasa,” tutur Nuning.
Di sekolah tersebut kini terdapat empat kelas. Dua kelas 7 yaitu 7-F dan 7-G, dan dua kelas 8 yaitu 8-G dan 8-H.
Pada semester pertama tahun ajaran 2012/2013, ruang sempit tersebut digunakan oleh kelas 7-H. Sementara untuk  semester kedua ini, ruangan tersebut digunakan oleh kelas 7-G. Permasalahan ruang kelas ini tampaknya akan semakin bertambah memasuki tahun ajaran baru Juli nanti. Pasalnya, pada tahun ajaran baru nanti mau tidak mau akan ada dua kelas lagi yang dibuka untuk anak-anak kelas 8 yang naik ke kelas 9.
“Kami masih bingung bagaimana nanti saat tahun ajaran baru. Mungkin nanti akan ada pembagian waktu masuk. Ada kelas yang masuk pagi dan ada juga yang masuk siang,” sebut Nuning.
Dengan pembagian tersebut, kemungkinan besar akan terjadi pemotongan jam belajar. Sehingga kualitas pendidikan dapat berkurang. Karenanya, Nuning berharap segera dilakukan pembangunan ruang kelas yang baru.
“Saya dengar sih untuk penambahan ruang kelas sudah direncanakan di tahun 2013 ini. Harapannya itu bisa terealisasi sehingga kami tidak kesulitan lagi dalam belajar,” tandas Nuning.
Harapan yang sama dikemukakan murid-murid yang belajar di kelas tersebut. Siti Komariah misalnya, mengatakan kegiatan belajar di ruang tersebut secara lesehan sangat tidak nyaman.
“Tidak nyaman belajar seperti ini. Ruangannya terlalu sempit dan panas. Sangat mengganggu belajar saya. Inginnya ruangannya bisa luas dan kami tidak lesehan,” harap Siti.
Selain permasalahan ruang kelas, masalah sarana dan prasarana lain juga dikeluhkan. Misalnya saja untuk listrik yang hingga kini belum terpasang. Sedangkan untuk sambungan air dari PDAM, dapat terlaksana berkat swadaya masyarakat.
Terpisah, Kepala Disdik Bontang Dasuki mengatakan, sekolah tersebut sudah dalam pengawasan Disdik.
“Di 2013 ini akan dibangunkan tambahan ruangan kelas menjadi 6 kelas. Karena, melihat animo masyarakat yang banyak membuat Disdik tidak mungkin menambahkan kursi dan meja. Karena percuma, nanti kelasnya tidak muat juga,” pungkasnya.

SUMBER 

 

0 Komentar