Indonesia adalah negara Asia pertama yang berpartisipasi dalam
Piala Dunia. Dengan cara yang aneh, Indonesia berangkat ke Prancis 1938
setelah Amerika Serikat dan Jepang sama-sama menolak bertanding dalam
laga play-off.
Saat itu Indonesia yang masih dikuasai Belanda
bernama Hindia Belanda. Petualangan di Piala Dunia hanya berlangsung
selama 90 menit, Indonesia dihajar Hungaria enam gol tanpa balas.
Kekalahan ini menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya tim yang hanya
bermain dalam satu pertandingan di putaran final Piala Dunia.
Meloncat
ke era 50-an, Indonesia mulai bangkit dan menunjukkan kualitas mereka
di level Internasional. FIFA menyebut era ini adalah masa keemasan
sepakbola Indonesia. Tim Garuda menjadi kekuatan yang ditakuti di Asia
dan semua itu berkat penampilan gemilang seorang legenda asal PSM Makassar, Ramang.
Perjalanan
Ramang bersama timnas Indonesia dimulai pada tahun 1952. Ia dikirim
daerahnya untuk mengikuti training camp di Jakarta. Karena kemampuannya
yang di atas rata-rata, ia terpilih untuk menjadi pemain timnas
Indonesia.
Tak butuh waktu lama bagi Ramang untuk membangkitkan
imajinasi dan harapan rakyat Indonesia, negara yang masih muda.
Indonesia melakoni tur Asia Timur melawan Filipina, All-Hong Kong, Hong
Kong Selection, Persatuan Seluruh China, Korea Selatan, dan Thai Royal
Air Force pada tahun 1953. Dari sekian banyak pertandingan di negeri
asing, Indonesia hanya kalah sekali oleh Korsel, sisanya mereka
menangkan semua. Begitu dahsyatnya kemampuan Indonesia saat itu hingga
mereka mencatat 25 gol dan hanya kebobolan tujuh kali dalam enam
pertandingan. 19 gol Indonesia di tur itu dicetak oleh Ramang.
Tiga
tahun berselang, Indonesia kembali mendapat kesempatan bermain di ajang
besar. Tim sepakbola Indonesia dinyatakan lolos ke perempat final
Olimpiade Melbourne 1956 setelah Vietnam Selatan mengundurkan diri. Ini
adalah satu-satunya partisipasi Indonesia di ajang Olimpiade. Di atas
kertas, Indonesia yang merupakan negeri antah berantah di dunia
sepakbola diprediksikan akan dihajar oleh tim-tim kuat dunia. Tapi itu
tidak terjadi.
Pelatih Indonesia Saat itu Antun Pogacnik
mempersiapkan Indonesia dengan baik. Tak lupa, ia membawa serta Ramang
ke dalam timnya. Lawan mereka di perempat final adalah salah satu tim
terkuat dunia saat itu, Uni Sovyet. Patut dicatat bahwa Indonesia bukan
melawan tim junior atau tim amatir Uni Sovyet; Garuda bertanding melawan
tim yang kurang lebih sama dengan yang menjuarai Piala Eropa pada tahun
1960.
Uni Sovyet diperkuat pemain hebat seperti Lev Yashin, Igor Netto, Eduard Streltsov dan Valentin Ivanov.
Di babak sebelumnya, Uni Sovyet telah mengalahkan juara dunia Jerman
Barat dengan skor 2-1. Mereka terperangah oleh penampilan spartan yang
ditunjukkan skuad tak dikenal bernama Indonesia.
Pertahanan Rusia
dikejutkan oleh serangan kilat yang dilancarkan seorang diri oleh
Ramang di awal laga. Melewati beberapa defender lawan, Ramang melepaskan
tembakan yang secara ajaib mampu diselamatkan oleh Yashin. Indonesia
lalu dikurung habis-habisan oleh Uni Sovyet yang memang lebih superior
dalam hal teknis. Strategi ultra defensif yang diterapkan Pogacnik mampu
meredam semua serangan yang dilancarkan oleh tim Eropa Timur itu.
Ramang dengan kelincahannya bahkan nyaris membuat Uni Sovyet gigit jari.
Pada menit ke 84, melalui skema serangan balik cepat, Ramang berhasil
melepaskan tembakan yang kembali bisa diselamatkan dengan ajaib oleh
Yashin.
Pertandingan itu berakhir tanpa gol. Dalam sebuah wawancara, ramang mengatakan: Sebenarnya saya bisa mencetak gol waktu itu andai seragam saya tak ditarik dari belakang oleh pemain lawan.
Di pertemuan kedua, Indonesia dihajar empat gol tanpa balas oleh
Sovyet. Namun kemenangan itu tak diraih dengan mudah. Sovyet yang sudah
tahu kelihaian Ramang sampai harus menempatkan salah satu pemain
terbaiknya, Igor Netto, untuk mengawal Ramang secara khusus.
Penampilan
Indonesia kala menahan imbang Sovyet disebut FIFA sebagai salah satu
penampilan paling heroik dalam sejarah sepakbola Olimpiade. 'Hutang'
Indonesia kepada Ramang tak hanya berhenti sampai di situ.
Indonesia
yang meretas jalan menuju Piala Dunia 1958 Swedia berhasil mengalahkan
China di putaran pertama. Ramang mencetak dua gol dalam dua
pertandingan, dan Indonesia lolos ke babak selanjutnya dengan agregat
4-3. Indonesia kemudian melaju ke putaran kedua kualifikasi dan
tergabung dengan Sudan, Israel dan Mesir. Karena alasan politik,
Indonesia tak mau bermain di markas Israel dan mengundurkan diri dari
kualifikasi. Andai bisa menjadi juara grup, Indonesia akan lolos ke
Piala Dunia untuk kali kedua.
Ramang memperoleh banyak skill dan
trik sepakbola dari permainan khas Indonesia, Sepak Takraw. Ia lahir
dari keluarga pecinta sepak takraw dan semasa kecil sudah pandai
melakukan juggling menggunakan jeruk. Mungkin karena itu pula,
penampilan Ramang sangat atraktif. Ia mahir mencetak gol lewat bicycle kick serta sering mencoba membuat gol langsung dari tendangan pojok dari sisi kanan.
Jika
skill dan jasa Ramang tak mampu membuat anda terkesan, maka ingatlah
bahwa ia hidup pada era di mana sepakbola bukanlah sebuah pilihan hidup
yang menjanjikan. Demi sepakbola, Ramang harus bekerja serabutan dengan
gaji yang hanya cukup untuk menyambung hidup keluarganya. Semua demi
cintanya kepada sepakbola.
Meski pada Rabu (26/9) kemarin Ramang
telah genap meninggalkan kita selama 25 tahun, kehebatannya belum dan
mungkin tak akan pernah berhenti diceritakan. Semoga dengan mengingat
Ramang, kita bangsa Indonesia akan bisa terinspirasi untuk memperbaiki
diri demi memajukan dua hal yang kita cintai; sepakbola dan Indonesia.
SUMBER
Ikuti @oscarsamosir23
0 Komentar
Terimakasih telah mengunjungi wartabersama.blogspot.com
Jangan Lupa Menuliskan Komentar... :)